JAKARTA, KOMPAS.com —
Ahmad Imam al Hafitd dan Assyifa Ramadhani mengaku tidak berniat membunuh Ade
Sara Angelina Suroto. Niat awal mereka ialah menculik mahasiswa Universitas
Bunda Mulia itu.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol
Rikwanto mengungkapkan, pengakuan itu disampaikan kedua tersangka kepada
penyidik Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal
Umum Polda Metro Jaya (Subdit Jatantras Ditreskrimum Polda Metro Jaya).
"Kedua pelaku mengatakan awalnya berniat menculik
korban," kata Rikwanto, Senin (17/3/2014).
Namun, keduanya kemudian menganiaya Ade Sara di dalam mobil
hingga mengakibatkan korban meninggal.
"Pelaku mengetahui korban meninggal setelah memegang
dada Ade Sara dan sudah tidak berdenyut jantungnya," papar Rikwanto.
Dalam skenario penculikan korban itu, Rikwanto berujar,
Hafitd merupakan penggagas utama kejadian. Hafitd mengaku kesal lantaran Ade
Sara, yang merupakan mantan pacarnya itu, enggan berhubungan lagi dengannya.
Menurut Rikwanto, dalam kasus pembunuhan Ade Sara ini, barang
bukti maupun keterangan saksi sudah mencukupi. Penanganan selanjutnya adalah
rekonstruksi yang dijadwalkan dilakukan pekan depan.
"Belum tahu jadwalnya kapan, yang jelas pekan depan.
Rekonstruksi kejadian dari mulai Ade Sara menemui pelaku di Gondangdia sampai
dia menjadi korban pembunuhan dan dibuang di Tol Bintara," kata Rikwanto.
Sambil melakukan rekonstruksi, lanjut Rikwanto, nantinya akan
dilakukan koordinasi dengan pihak kejaksaan bilamana terjadi penambahan pasal
yang dikenakan kepada pelaku.
Sampai saat ini, pelaku baru dikenakan Pasal 338 dan 340
tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana serta Pasal 353 Ayat 3 tentang
penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Sanksi terhadap pelaku maksimal
adalah kurungan seumur hidup atau dihukum mati.
Seperti diberitakan, Hafitd dan Assyifa menganiaya dan
membunuh Ade Sara, kemudian mereka membuang jenazah Ade Sara ke pinggir tol Bekasi.
Pandangan Psikologi terhadap
Kasus Pembunuhan Ade Sara
Jenazah Perempuan
tersebut di identifikasi sebagai Ade Sara. Jenazah tersebut diduga
sebagai korban pembunuhan. Hal ini teridentifikasi melalui luka bekas pukulan
serta cekikan pada tubuh korban. Korban yang tergeletak di pinggir tol
tersebut, ditemukan saat masih menggunakan gelang tiket dari salah satu acara
musik yang sedang booming yaitu Java Jazz. Diduga pelaku
pembunuhan adalah mantan pacar korban beserta pacar pelaku. Hal ini dapat
teridentifikasi dari luka gigitan yang ditemukan di tangan (Hafitd, 19 tahun),
ketika sedang melayat jenazah korban di RSCM. Sejak
hari rabu lalu, tepatnya tanggal 5/3/2014 kita telah digemparkan oleh penemuan
sesosok mayat Perempuan yang kira – kira berusia 18 tahun. Jenazah perempuan
tersebut ditemukan di pinggir jalan Tol Bintara Cikunir, Kilometer 41, Bekasi,
pada pukul 06.30 WIB. Jenazah perempuan tersebut dapat dengan mudah di
identifikasi melalui E-KTP yang ditemukan dari dompet korban yang dibuang
beberapa meter dari tempat kejadian perkara.
Pelaku
pembunuhan (Hafitd) langsung diringkus setelah usai melayat jenazah korban dan
kekasihnya (Assyifah, 19 tahun) diringkus setelahnya di Universitas Bunda
Mulia. Kedua pelaku membunuh korban dengan menyumbat mulut korban dengan kertas
koran serta menyetrum korban sekitar 3 menit dengan alat penyetrum hingga
pingsan. Setelah Pingsan, kedua pelaku mencekik dan memukul korban hingga
akhirnya meninggal. Bahkan, setelah berita kematian korban tersebar
luas, kedua pelaku masih sempat berkicau di twitter dan mengucapkan rasa bela
sungkawa kepada korban. Assyifah, yang merupakan salah satu pelaku juga sempat
berencana untuk melayat jenazah korban sebelum disemayamkan. Meski memiliki
tujuan yang sama, kedua pelaku memiliki motif yang berbeda. Motif Hafitd dalam
membunuh mantan kekasihnya, dikarenakan rasa sakit hati akan sikap korban yang
tidak mau menemuinya serta berkomunikasi lagi dengan Hafitd. Sedangkan
Assyifah, membunuh Ade Sara lantaran cemburu dan takut Hafitd kembali dengan
mantan kekasihnya.
Jika
dilihat melalui sudut pandang Psikologi, kasus pembunuhan yang menimpa Ade Sara
merupakan salah satu bentuk Agresi yang muncul pada diri kedua pelaku. Hal ini sesuai
dengan Teori Frustasi-Agresi Klasik yang menyebutkan bahwa agresi merupakan
pelampiasan dari perasaan frustrasi. Sesuai teori ini, kita dapat
mengidentifikasi akan rasa frustasi kedua pelaku melalui motif pembunuhan
mereka. Hafitd, merasa frustasi akan rasa cintanya yang mengalami penolakan
oleh Ade Sara, sedangkan Assyifah, merasa frustasi akan
(Anxiety) kecemasan ditinggal oleh Hafitd. Teori lain yang juga sesuai
adalah mengenai (Shadow). Shadow merupakan sikap agresif seperti hewan yang
tersembunyi di balik diri setiap manusia. Pengendalian Shadow, dapat
dilakukan oleh superego yang mengandung banyak nilai moral dan norma
– norma sosial. Hal ini dikarenakan Shadow adalah salah
satu bentuk dari Id yang selalu ingin dipuaskan.
Fenomena
lainnya yang terdapat di dalam kasus pembunuhan Ade Sara adalah fenomena Pelaku
yang ikut melayat dan mengeluarkan statement ikut berbela sungkawa di akun
Twitter dan Path. Menurut sudut pandang psikologi, Fenomena melayat dan kicauan
bela sungkawa di akun Twitter serta Path menjadi salah satu bentuk dari
mekanisme pertahanan diri (Defence Mechanism). Defence mechanism yang digunakan
dalam hal ini adalah Rasionalisasi. Arti
dari Rasionalisasi adalah Ego, mengganti motif yang kurang dapat
diterima dengan yang dapat diterima. Hal ini terlihat dari sikap kedua pelaku
yang mengganti perasaan bersalah dan ketidak nyamanan mereka dengan ikut serta
melayat dan meng-update pesan bela sungkawa.Jika kita pikir dengan akal sehat,
apabila kedua pelaku tidak melakukan prosesi melayat dan meng – update perasaan
bela sungkawa seperti teman – teman lainnya, tentu mereka berdua akan lebih
mudah dicurigai sebagai tersangka.
Fenomena
lain yang tak kalah menarik yang muncul pada pemberitaan ini adalah hujatan
dari masyarakat sekitar dan teman – teman mereka di sosial media. Sebagian
besar dari kometar mereka berisi hujatan dan labeling berupa
(Psychopat). Hal ini memang seharusnya tidak dilakukan, karena dapat merenggut
sisi kemanusiaan seseorang. Secara tidak langsung, masyarakat yang memberikan
label kepada kedua pelaku telah memandang mereka layaknya bukan manusia. Hal
ini seharusnya bisa dihindari karena dapat melanggar hak asasi manusia.
Walaupun hukuman pidana telah diberikan, tak bisa dipungkiri bahwa hukuman
sosial dari masyarakat dalam bentuk yang lainpun akan tetap diterima kedua
pelaku. (Hernando)
SUMBER :
http://nandoyaampun.blogspot.com/2014/03/pandangan-psikologi-terhadap-kasus.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar